Hobby, Racauan

Pernyataan Jujur Tentangmu, Yang Terhormat

Sebut saja namanya Ibu Iffa. Beliau memberikan beberapa mata kuliah wajib dan beberapa mata kuliah pilihan di kampusku. Sekitar tiga minggu yang lalu, aku dan teman sebelahku terciduk mengobrol walaupun yang sedang kulakukan adalah menunjukkan sebuah tugas yang diupload dosen di situs akademik fakultas kepada temanku. Beliau merasa terganggu. Aku memaklumi hal itu, namun entah seberapa banyak rasionalisasi yang berusaha kulontarkan, ada sesuatu yang membuat kejadian itu terus menerus berputar di otakku.

Aku tidak merasa bersalah karena aku tidak melakukan apa yang beliau tuduhkan dan aku paham kenapa beliau dapat menuduhkan demikian. Oh, ya – dan aku ingat beliau melontarkan pendekatan psikoanalisis Freud, “Barangkali mbaknya tadi tidak bisa menghargai orang lain karena pengalaman masa lampau atau lingkungan tempat tumbuhnya.” Ouch! Yes, I feel ‘ouch!’ Tapi aku paham beliau sedang mencoba membuat contoh yang dekat agar mahasiswa lebih paham dan di sisi lain masih merasa kesal sehingga harus melampiaskannya. Continue reading “Pernyataan Jujur Tentangmu, Yang Terhormat”

Hobby, Racauan

Alasan Mempertanyakan Kegilaan

Seorang kawan pernah menanyakan padaku bagaimana caranya mengetahui jika kita sendiri sebenarnya adalah orang gila. Aku bilang orang yang masih mampu mempertanyakan kewarasannya biasanya justru orang waras. Dia terkekeh dan aku tersenyum simpul.

Meskipun jawaban itu benar, sayangnya definisi umum orang-orang tentang keadaan gila berbeda dengan gila yang didefinisikan oleh ilmu psikologi. Sebetulnya banyak perilaku yang disangka umum namun memiliki istilah klinis penyakit mental dalam psikologi. Jadi sebetulnya pertanyaan kawanku itu dalam perspektif psikologi akan diartikan seperti ini: “Bagaimana caranya kita untuk mengetahui bahwa kita sudah tidak sadar dan tidak bisa berpikir dengan logis lagi?”

Pertanyaan itu jelas beraroma retoris yang dapat dijawab dengan logika yang sudah lumrah tanpa memiliki dasar psikologi. Selain persoalan keretorisan itu, aku bahkan punya versi tersendiri dari pertanyaan tersebut yang aku sendiri belum mampu menjawab, “Lantas apakah ada cara untuk mengetahui bahwa kita sedang menuju proses kegilaan?”

Untuk beberapa alasan, terkadang orang ingin mengetahui apakah mereka termasuk ‘orang gila’. Padahal bisa saja reaksi mereka berbeda-beda sewaktu mereka diberitahu bahwa mereka gila. Mungkin ada yang panik karena tidak ingin menjadi gila, ada yang marah karena merasa harga dirinya jatuh, atau ada yang kalem-kalem saja. Lantas jika reaksi mereka begitu negatif, mengapa ingin tahu?

Slice of Life

Sensasi Menjelang Deadline

Minggu ini adalah masa tujuh hari menuju ujian tengah semester anak fakultas Psikologi. Empat dari tujuh mata kuliah yang kuambil kebetulan bentuk ujiannya berupa tugas take-home, jadi mungkin secara logis, seharusnya aku merasa senang karena tidak harus belajar dan menghapalkan materi yang diujikan. Tapi sejujurnya aku merasa mual. Bukan sekadar analogi saja, tapi benar-benar mual. Ada perasaan menggelitik di perut dan sesuatu yang tercekat di tenggorokan.

Sepertinya memang untuk menjadi seseorang yang selalu terjadwal adalah suatu karakter bawaan dan tidak memiliki karakter itu. Lihat saja apa yang terjadi. Aku mencatat tugas apa saja yang harus kukerjakan berikut deadline masing-masing tugas, dan sesaat setelah aku menatapnya, aku merasa mual.

Continue reading “Sensasi Menjelang Deadline”

Slice of Life

Affection or Attraction: Meddling Around the Concept of Liking

Yesterday I chatted with one of my friend on Yahoo! Messenger. Actually the main topic is something else, but there is another thing stuck in my head. He said something about “feminine guy and masculine gal would be ones who are popular with girls.” We were talking about groups from Korean company called SM Entertainment and I just happened to mention group f(x). To be specific, we are talking about a member of f(x), namely Amber.

I am not sure why I am still thinking over it. But probably it is because I feel like he is making a statement out of my post, yet I don’t remember implying any of that. So I wonder where this guy got that idea from.

Continue reading “Affection or Attraction: Meddling Around the Concept of Liking”

Hobby, Racauan, Slice of Life

What Makes It Simple, Why Makes It Complicated

Talking in essential context; most of the times it’s not necessary what we like. It’s the *reason* why we like things that is important, yet we human often overlook this.

Saya sering bilang, hal-hal yang disukai seseorang biasanya justru lebih banyak menceritakan tentang orang yang menyukai hal tersebut daripada menceritakan tentang hal yang disukai itu.

Ah, maaf. Kamu bingung? Yeah, permainan kata-kata yang membingungkan.

Sebetulnya logikanya sederhana dan saya yakin pernah terlintas di benak kalian juga. Simpelnya, misalnya ketika seseorang suka Indy Barends, respon yang sering kita dengar kemudian adalah, “Kenapa kamu suka Indy?” dan berikutnya, “Memang Indy bagus di mananya?”

Kemudian kita mendengar alasan-alasan kenapa orang tersebut mengagumi Indy Barends. Kita menganggukkan kepala dan mencoba memahami karakteristik apa saja yang membuat Indy pantas dikagumi. Dengan kata lain, fakta mengenai seseorang menyukai kita akan memberitahu orang lain tentang kualitas yang kita miliki.

Continue reading “What Makes It Simple, Why Makes It Complicated”

Study Notes

[COLLEGE] Review Jurnal: Menangani Anak dengan Perilaku Mengganggu

Tugas Review Jurnal –

Nama Mahasiswa: Annisa Nuriowandari

NIM: PS05748

Mata Kuliah: Dasar-Dasar Konseling

 

Judul Jurnal: Decreasing Elementary School Children’s Disruptive Behaviors: A Review of Four Evidence-Based Programs for School Counselor; Mengurangi Perilaku Mengganggu pada Anak-Anak Sekolah Dasar: Resensi dari Empat Program Intervensi Untuk Konselor Sekolah (Jurnal Volume 8 Nomor 4)

Penyusun: Blaire Cholewa dari Kean University; Sondra Smith-Adcock dan Ellen Amatea dari University of Florida

1.    Latar Belakang Teori/Tujuan:

Artikel ini bermaksud untuk memberikan rangkuman dan gambaran mengenai empat program intervensi yang terbukti efektif dalam menangani anak-anak dengan perilaku disruptive atau mengganggu. Di sini dibahas pula kaitannya dengan peran dan ketrampilan yang dimiliki oleh para konselor sekolah.

Dasar review dalam artikel ini adalah penemuan bahwa penanganan permasalahan perilaku anak dengan metode pemberian konsekuensi (hukuman) secara koersif cenderung kurang efektif (Dupaul dan Stoner, 2003) dan terkadang justru menimbulkan efek negatif seperti memperkuat perilaku mengganggu itu sendiri (Patterson, Reid, Jones, & Conger, 1975; Patterson, Reid & Dishion, 1992) sehingga perlu ditemukan metode intervensi lain yang lebih efektif.

2.    Metode:

Dari 26 program intervensi valid, dipilih 6 program intervensi dan dari 6 program intervensi, program The Seattle Social Development Project (SDDP) dikeluarkan karena merupakan program terdahulu dari program Raising Healthy Children, salah satu dari 5 program lainnya, sementara program Classroom Centered/Family School Partnership Intervention dikeluarkan karena baru diujicobakan di sekolah-sekolah yang berada di Baltimore sehingga 4 program intervensi yang menjadi bahan review adalah program Linking the Interest of Families and Teachers (LINK), Fast Track/Paths, Raising Healthy Children (RHC), dan The Incredible Years (IY).

Penyeleksian ini dilakukan oleh 3 pihak yaitu Terzian dan Frazier (2005), Office of Juvenile Justice and Delinquency Prevention (OJJDP; Kantor Penegakan Keadilan dan Pencegahan Kenakalan Remaja) (1999), Center for Substance Abuse Prevention (CSAP; Pusat Pencegahan Penyalahgunaan Obat-Obatan). Seleksi ini dilakukan berdasarkan beberapa kriteria inklusi tertentu: a.) kemungkinan penerapannya oleh konselor dan personil sekolah, b.) tingkat efektivitasnya pada populasi yang berbeda, dan c.) tingkat aksesibilitas serta kemudahan penggunaan.

Dalam masing-masing analisis penelitian yang mendasari rancangan tiap program, digunakan berbagai metode analisis yaitu: metode survival analysis dan metode regresi random terstandar pada program LINK; model campuran antara dua level (analog hingga analisis kovarian/ANCOVA) dan modeling analisis linear pada program Fast Track; studi analisis multi-varian pada program RHC; dan ANCOVA pada program Incredible Years; serta beberapa metode analisis lainnya.

3.    Hasil dan Pembahasan:

Hasil analisis review dapat diuraikan sebagai berikut:

Program LINK (Linking the Interest of Families and Teachers)

Hasil dari ujicoba program LINK menunjukkan tingkat efektivitas tinggi berdasarkan adanya perbedaan statistik yang signifikan antara kelompok eksperimen (partisipan program) dengan kelompok kontrol pada aspek agresivitas fisik oleh anak terhadap teman sepermainan, menurunnya sikap permusuhan orangtua selama diskusi problem-solving dalam keluarga, serta meningkatnya kesan guru terhadap perilaku anak selama di kelas. Studi berkelanjutan selama 3 tahun sesudah ujicoba program menunjukkan bahwa siswa yang pernah menjadi partisipan program LINK memiliki kecenderungan rendah untuk menjadi hiperaktif, implusif, dan kehilangan konsentrasi selama berada di kelas dibandingkan dengan siswa dalam kelompok kontrol. Di samping itu mereka juga menunjukkan kecenderungan rendah untuk mengonsumsi alkohol dan/atau melakukan kenakalan remaja.

Program Fast Track/Paths

Hasil dari ujicoba program Fast Track menunjukkan tingkat efektivitas tinggi berdasarkan adanya perbedaan signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam aspek level emosional, ketrampilan social-coping, ketrampilan membaca, nilai akademik kesenian dan bahasa, serta keadaan lingkungan teman sepermainan yang positif. Ditemukan juga adanya peningkatan signifikan bagi orangtua ditunjukkan dengan proses keterlibatan orangtua yang hangat dan positif pada keseharian, penerapan kedisiplinan yang konsisten, keterlibatan sekolah, berkurangnya penggunaan hukuman yang sifatnya kasar, meningkatnya kepuasan dalam pengasuhan dan self-efficacy. Ditemukan juga bahwa intervensi kelas universal secara signifikan mampu memengaruhi tingkat agresivitas dan perilaku negatif kelas para partisipan program tersebut.

Program RHC (Raising Healthy Children)

Hasil dari ujicoba program RHC menunjukkan tingkat efektivitas tinggi berdasarkan adanya kecenderungan bagi kelompok eksperimen untuk lulus dari sekolah dan berhasil memperoleh pekerjaan daripada rekan mereka yang berada dalam kelompok kontrol. Para peserta SSDP juga memiliki pengendalian emosi yang lebih baik, tingkat suicidal thoughts yang rendah, serta keterlibatan yang rendah dalam aksi kenakalan remaja. Namun belum ada studi yang cukup terkait penerapan program pada populasi yang heterogen.

Program IY (Incredible Years)

Hasil dari ujicoba program Incredible Years menunjukkan tingkat efektivitas tinggi berdasarkan adanya penurunan yang signifikan oleh kelompok eksperimen pada permasalahan tingkah laku anak baik di rumah maupun sekolah, terutama ketika orangtua turut dilibatkan dalam program pelatihan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa guru yang turut terlibat dalam program Incredible Years akan cenderung mengurangi penggunaan strategi disiplin yang tidak layak atau kasar dan bersikap lebih mendidik (nurturing) daripada guru dalam kelompok kontrol. Ditemukan pula adanya perubahan signifikan terhadap perilaku orangtua dan lebih rendahnya tingkat agresivitas anak. Program ini juga ditemukan efektif pada populasi yang lebih luas, dengan budaya serta tingkat ekonomi yang berbeda.

4.    Kesimpulan:

Mengingat tingginya jumlah anak yang memiliki perilaku mengganggu serta program-program intervensi yang tidak terbukti efektif, konselor sekolah memiliki tanggung jawab untuk menemukan program yang efektif agar masalah ini dapat lekas diatasi. Tujuan artikel ini adalah menyediakan informasi bagi konselor sekolah untuk melakukan pendekatan dengan basis “bukan bekerja lebih keras melainkan bekerja dengan lebih cerdas” – dengan cara mengurangi waktu yang dihabiskan konselor untuk menangani kesulitan siswa individual dan meningkatkan kemampuan mereka untuk bekerja secara pro-aktif dan bekerjasama dengan guru dan orangtua dalam menyelesaikan permasalahan perilaku anak.

Critical Review:

Secara keseluruhan, artikel telah memenuhi standar penulisan dan menyediakan informasi yang cukup lengkap. Proses pengkategorian dan kriteria yang diajukan oleh penulis juga didukung oleh beberapa literatur lain misalnya gagasan yang menyatakan bahwa permasalahan perilaku mengganggu di ruang kelas seringkali berkaitan dengan rendahnya konsep diri sehingga untuk menangani perilaku seperti ini, anak-anak perlu dibantu dalam pembentukan konsep diri (Bidell, et al; 2010; jurnal volume 8 nomor 9) serta kriteria lain, yaitu pentingnya keterlibatan orangtua dalam membentuk lingkungan rumah yang mendukung penanganan perilaku mengganggu pada anak (Amatea, et al; 2010; jurnal volume 8 nomor 36).

Namun ada beberapa hal yang dapat menjadi isu seperti tidak tersedianya informasi kuantitatif mengenai ukuran tingkat efektivitas yang dianggap memenuhi standar. Walaupun penulis telah menyatakan bahwa keempat program yang dibahas telah memenuhi kriteria-kriteria yang diajukan, namun pembaca masih dapat mengalami kesulitan dalam membandingkan tingkat efektivitas antara keempat program tersebut. Perbedaan variasi antara keempat program ini juga masih kurang jelas sehingga kemungkinan akan mempersulit pembuatan keputusan terkait pemilihan program intervensi yang mana yang lebih tepat diterapkan dalam situasi yang sedang dihadapi dengan asumsi bahwa keempat program ini memiliki karakteristik masing-masing.